Catatan 1 Lembar Saat Hujan
Buku cacatan ku yang terbuka, tetap ku biarkan terbuka. Sampai ada inspirasi yang menghampiri. Ada beberapa potong kalimat di atas lembar putih nya. Mendung pun datang, saat aku masih saja menghisap ke sekian batang rokok. Itu jelas tidak baik. Merusak sebagian tubuh kurus ku. Asbak yang mulai penuh, mengganggu ku dengan asap yang masih melayang. Membuyarkan tiap lamunan. Menghilangkan konsentrasi dengan apa yang ku kerjakan Dan hari ini, aku masih duduk di kursi yang sama. Menatap ke arah yang sama, Selatan. Tapi di mana kamu? Hanya ada kertas bergambarkan wajahmu. Hanya itu yang tersisa. Ku simpan, agar tetap ku ingat. Mendung akhirnya membanjiri tanah kota Malang. Ketika aku masih saja merindukan mu. Wanita ku, kau di mana? Aku yang duduk menghadap ke arah Selatan, tetap mengharapkan mu. Sekarang hari libur. Hari jum’at yang libur. Hari besarnya orang Hindu. Sepi di mana mana. Semoga saja kau tidak kesepian hari ini. Koran pagi tak datang. Tak mengabarkan berita menarik. Tak memberitakan sesuatu yang “good”. Tak terasa lagi “gigitannya”. Aku inginkan sesuatu yang lebih. Lebih dari pada kumpuluan kata, tersusuh oleh seorang pengatur tata letak. |
Dia juga sama dengan ku. Duduk di depan layar monitor, menarikan jari jemari di atas tuts tuts keyboard miliknya. Tapi aku tidak yakin jika aku lebih buruk dari nya. Permainan jari ku lebih lihai ku lihat.
Sepi sekali tempat tinggal ku hari ini. Kompleks nya pun begitu. Hampir tidak ada yang berlalu, hampir tidak ada yang hadir di jalan. Ya, hari ini hari raya Nyepi bagi umat Hindu. Aku senang warga di sini pun turut merayakan, walau ku tahu tidak banyak yang beragama hindu. Kemarin malam, kami masih duduk bersama. Beragam dari kami, tertawa dan bercampur dengan hening yang tiba tiba datang. Canda yang kita uraikan di atas meja, tak kan pernah habis sampai lelap menjemput. Keakraban kita tak terbayarkan, tak terbandingkan dengan matahari dan bumi. Bahkan, di sela sela obrolan kami, terselip ungkapan “menendang matahari”. Obrolan setengah mabuk membuat ku lupa mengapa sampai terbesit ungkapan itu. Tapi, ungkapan itu yang kini mengantar ku pada tulisan ini. Yaaah.. buku catatan ku yang terbuka tadi, tertumpah kopi dari cangkir yang sama. Sebagian tulisan hampir pudar dibuatnya. Tak apa, ku sayang cangkirnya, ku rindu pemiliknya. |