Cerita Dari Dunia Yang Hilang
Suatu ketika duduk seorang kakek bersama tujuh orang cucunya. Kemudian ia mulai bercerita tentang dunia yang hilang. Saat yang bersamaan, isteri kakek tersayang datang membawakan delapan potong roti yang dibungkus dalam sebuah kotak lengkap dengan balutan pita yang indah. Katanya sih, hari itu merupakan hari yang bersejarah dan sangat memiliki arti lebih untuk sang kakek. Saat memulai ceritanya, ketujuh cucunya itu duduk bersila dalam diam. Berharap mendapatkan sebuah cerita yang menarik, lucu, mengerikan, atau.....
“Cu......, dahulu kala ada sebuah perkampungan yang sering disebut kampung utopis. Kampung ini sangat makmur. Rakyat yang tinggal pun saling menjaga satu sama lain. Kepala desanya pun ramah terhadap semua warganya, dan ia melakukannya tak pandang bulu. Kepala desa ini sering dipanggil dengan sebutan Bapak Kami. Namun, Pak kepala desa ini tak ingin bahkan tak suka jika ia dipanggil dengan sebutan itu. Katanya, dengan ia dipanggil dengan sebutan itu, ia jadi teringat dengan masa kecilnya ketika tinggal di sebuah negara yang kacau balau takkaruan. Pak desa sering memperingatkan kepada para warganya tentang hal ini, namun warganya tak mau mengganti sebutan itu. Menurut para warganya, sebutan ini sangat istimewa bagi mereka.
Pernah pak kepala desa itu menemui salah seorang warganya dan menceritakan mengapa ia tak ingin dipanggil dengan sebutan itu. Ungkapnya, sebutan bapak kami ialah sebutan untuk seseorang yang terkenal dengan sangat jahatnya. Orang ini sering melakukan hal jahat yang jarang dilakukan oleh penjahat lain. Jika ia melakukan satu kejahatan, seoalah-olah ia ingin melakukan kejahatan lain dalam satu waktu itu juga. Misalnya, ketika ia sedang merampok, ia juga ingin melakukan tindak kekerasan lain seperti memperkosa dan bahkan membunuh.
Setelah diceritakan oleh pak kepala desa, warga ini langsung mengabarkan berita ini kewarga yang lain. Apa yang terjadi? Warga tetap saja tidak mau mengerti. Akhirnya dalam kampung ini diadakan sebuah rapat besar yang membahas tentang hal ini. Dengan segala pertimbangan dan kerendahan hati dan keikhlasan, akhirnya pak kepala desa mau untuk menerima semua itu demi warganya.
Keadaan pun kembali tenang. Kehidupan dan aktifitas warga kembali berjalan dengan normal. Dalam kampung ini, sangat berbeda sekali dengan kampung-kampung lain. Semua warga hidup akur dan bahagia. Tidak ada yang menderita kehilangan barang, kelaparan, tidak mampu sekolah, tidak mendapat pekerjaan, anak-anak menangis karna mainannya diambil, atau gadis di bawah umur yang hamil di luar nikah. Semuanya telah diatur dalam kesepakatan dan peraturan yang telah ditetapkan antara warga dan pengurus kampung(kepala desa dan para antek-anteknya).
Namun, sekarang kampung seperti ini sudah susah untuk ditemukan. Sekarang setiap orang memiliki barang sendiri-sendiri, untuk meminjamkannya saja kadang harus dibayar. Sekarang banyak anak-cucuku yang masih gadis sudah hamil karna diperkosa. Sekarang banyak anak kecil yang masih kelaparan karna bapaknya tidak mendapatkan pekerjaan. Lama kelamaan, manusia yang lapar pun akan makan sesama jika apa yang selayaknya dimakan harus ditukar dengan uang, sedangkan untuk mencari uang saja orang harus rela mengorbankan keluargannya.
Dalam teori agama, ini merupakan awal-mula dari datangnya hari akhir. Namun hari akhir yang bagaimana? Hari akhir untuk semua umat manusia-kah, atau hari akhir untuk segala sesuatu yang hidup. Ketika semua orang harus terpakasa membunuh hanya untuk makan dalam satu hari saja, dan jika jumlah orang yang seperti itu sebanyak 20 orang saja atau kurang dari itu, dan dalam sehari dari kedua puluh orang itu dapat membunuh masing-masing tiga atau empat orang lainnya. Bayangkan berapa orang yang harus hilang nyawanya dalam waktu satu tahun saja????
Ini merupakan sebuah contoh kecil dari apa yang terjadi. Nah sekarang bagaimana cara untuk mencegah semua itu? Apakah kita harus membiarkan itu semua terjadi begitu saja? Atau dengan cara apa kita menghentikannya. Atau juga kita harus kembali ke ajaran agama yang jelas-jelas sekarang ini menyesatkan. Ya menyesatkan.
Lihat saja. Dulu Kristen hanya ada satu. Namun dengan terjadinya Revolusi Prancis, pada saat itu Marthin Luther membuat agama baru yang menurutnya itu benar. Namun sebenarnya agama yang dibawa olehnya itu sama saja dengan agama yang sebelumnya sudah ada. Jadi pertama sudah ada Kristen, dan sejak adanya Marthin Luther tadi kini agama itu terbagi menjadi dua, Kristen Khatolik dan Kristen Protestan. Selain agama itu kini, sejak akhir abad 19 menuju 20 Islam pun tak mau kalah dengan Kristen tadi. Islam kini telah terbagi juga menjadi dua. Namun mereka mengaku ini bukan sebagai pembagian agama, melainkan aliran dalam Isalam. Kan sama saja. Jadi Islam kini menjadi Islam Muhammadyah dan Islam NU(Nahdatul Ulama). Kata orang-orang dua aliran ini memiliki ciri khas yang jelas berbeda. Atau yang lain menyebutkan kalau Islam Muhammadyah itu merupakan Islam yang elit, sedangkan Islam NU adalah Islam yang merakyat.
Yah itulah realita yang terjadi sekarang. Dunia sudah semakin kacau dengan adanya perbedaan pandangan. Seandainya masih ada sebuah daerah seperti kampung Utopis tadi, pasti kampung itu sangat dicari. Namun, diperingatkan untuk semua yang membaca :”jangan sekali-kali membuat kampung selayaknya kampung Utopis itu. Itu sangat mustahil terjadi saat ini”. Ya, melihat pola pikir masyarakat Indonesia saja, hal ini benar-benar di luar angan-angan.
Salah satu dari ketujuh cucu itu kemudian bertanya. “Kek, bagaimana jika kampung Utopis itu kita adakan kembali?”. Sang kakek langsung pergi dan meninggalkan cucunya begitu saja.
“Cu......, dahulu kala ada sebuah perkampungan yang sering disebut kampung utopis. Kampung ini sangat makmur. Rakyat yang tinggal pun saling menjaga satu sama lain. Kepala desanya pun ramah terhadap semua warganya, dan ia melakukannya tak pandang bulu. Kepala desa ini sering dipanggil dengan sebutan Bapak Kami. Namun, Pak kepala desa ini tak ingin bahkan tak suka jika ia dipanggil dengan sebutan itu. Katanya, dengan ia dipanggil dengan sebutan itu, ia jadi teringat dengan masa kecilnya ketika tinggal di sebuah negara yang kacau balau takkaruan. Pak desa sering memperingatkan kepada para warganya tentang hal ini, namun warganya tak mau mengganti sebutan itu. Menurut para warganya, sebutan ini sangat istimewa bagi mereka.
Pernah pak kepala desa itu menemui salah seorang warganya dan menceritakan mengapa ia tak ingin dipanggil dengan sebutan itu. Ungkapnya, sebutan bapak kami ialah sebutan untuk seseorang yang terkenal dengan sangat jahatnya. Orang ini sering melakukan hal jahat yang jarang dilakukan oleh penjahat lain. Jika ia melakukan satu kejahatan, seoalah-olah ia ingin melakukan kejahatan lain dalam satu waktu itu juga. Misalnya, ketika ia sedang merampok, ia juga ingin melakukan tindak kekerasan lain seperti memperkosa dan bahkan membunuh.
Setelah diceritakan oleh pak kepala desa, warga ini langsung mengabarkan berita ini kewarga yang lain. Apa yang terjadi? Warga tetap saja tidak mau mengerti. Akhirnya dalam kampung ini diadakan sebuah rapat besar yang membahas tentang hal ini. Dengan segala pertimbangan dan kerendahan hati dan keikhlasan, akhirnya pak kepala desa mau untuk menerima semua itu demi warganya.
Keadaan pun kembali tenang. Kehidupan dan aktifitas warga kembali berjalan dengan normal. Dalam kampung ini, sangat berbeda sekali dengan kampung-kampung lain. Semua warga hidup akur dan bahagia. Tidak ada yang menderita kehilangan barang, kelaparan, tidak mampu sekolah, tidak mendapat pekerjaan, anak-anak menangis karna mainannya diambil, atau gadis di bawah umur yang hamil di luar nikah. Semuanya telah diatur dalam kesepakatan dan peraturan yang telah ditetapkan antara warga dan pengurus kampung(kepala desa dan para antek-anteknya).
Namun, sekarang kampung seperti ini sudah susah untuk ditemukan. Sekarang setiap orang memiliki barang sendiri-sendiri, untuk meminjamkannya saja kadang harus dibayar. Sekarang banyak anak-cucuku yang masih gadis sudah hamil karna diperkosa. Sekarang banyak anak kecil yang masih kelaparan karna bapaknya tidak mendapatkan pekerjaan. Lama kelamaan, manusia yang lapar pun akan makan sesama jika apa yang selayaknya dimakan harus ditukar dengan uang, sedangkan untuk mencari uang saja orang harus rela mengorbankan keluargannya.
Dalam teori agama, ini merupakan awal-mula dari datangnya hari akhir. Namun hari akhir yang bagaimana? Hari akhir untuk semua umat manusia-kah, atau hari akhir untuk segala sesuatu yang hidup. Ketika semua orang harus terpakasa membunuh hanya untuk makan dalam satu hari saja, dan jika jumlah orang yang seperti itu sebanyak 20 orang saja atau kurang dari itu, dan dalam sehari dari kedua puluh orang itu dapat membunuh masing-masing tiga atau empat orang lainnya. Bayangkan berapa orang yang harus hilang nyawanya dalam waktu satu tahun saja????
Ini merupakan sebuah contoh kecil dari apa yang terjadi. Nah sekarang bagaimana cara untuk mencegah semua itu? Apakah kita harus membiarkan itu semua terjadi begitu saja? Atau dengan cara apa kita menghentikannya. Atau juga kita harus kembali ke ajaran agama yang jelas-jelas sekarang ini menyesatkan. Ya menyesatkan.
Lihat saja. Dulu Kristen hanya ada satu. Namun dengan terjadinya Revolusi Prancis, pada saat itu Marthin Luther membuat agama baru yang menurutnya itu benar. Namun sebenarnya agama yang dibawa olehnya itu sama saja dengan agama yang sebelumnya sudah ada. Jadi pertama sudah ada Kristen, dan sejak adanya Marthin Luther tadi kini agama itu terbagi menjadi dua, Kristen Khatolik dan Kristen Protestan. Selain agama itu kini, sejak akhir abad 19 menuju 20 Islam pun tak mau kalah dengan Kristen tadi. Islam kini telah terbagi juga menjadi dua. Namun mereka mengaku ini bukan sebagai pembagian agama, melainkan aliran dalam Isalam. Kan sama saja. Jadi Islam kini menjadi Islam Muhammadyah dan Islam NU(Nahdatul Ulama). Kata orang-orang dua aliran ini memiliki ciri khas yang jelas berbeda. Atau yang lain menyebutkan kalau Islam Muhammadyah itu merupakan Islam yang elit, sedangkan Islam NU adalah Islam yang merakyat.
Yah itulah realita yang terjadi sekarang. Dunia sudah semakin kacau dengan adanya perbedaan pandangan. Seandainya masih ada sebuah daerah seperti kampung Utopis tadi, pasti kampung itu sangat dicari. Namun, diperingatkan untuk semua yang membaca :”jangan sekali-kali membuat kampung selayaknya kampung Utopis itu. Itu sangat mustahil terjadi saat ini”. Ya, melihat pola pikir masyarakat Indonesia saja, hal ini benar-benar di luar angan-angan.
Salah satu dari ketujuh cucu itu kemudian bertanya. “Kek, bagaimana jika kampung Utopis itu kita adakan kembali?”. Sang kakek langsung pergi dan meninggalkan cucunya begitu saja.